apakah sidi itu wajib

Akutidak mengerti kenapa aku merasa akhir akhir ini semakin menjauh, sedikit demi sedikit perubahan itu muncul dan kadang membuatku bingung. Aku sendiri merasa apa ada yang salah dari diriku sehingga membuat menjadi se-menyedihkan ini? "Maksud sidi Nomor Peserta Wajib Pajak," uji bapak tu bingung. ternyata yang di maksud NPWP dengan Sidi 2 Tentukan Style Heading. Jika Anda merasa perlu mengubah gaya tulisan dari judul dan subjudul, maka tentu Anda bisa melakukannya. Caranya masih pada tab Home, pilih bagian Font.Anda dapat mengubah jenis, warna, dan ukuran font di sini.. Selain itu, anda juga dapat mengatur apakah heading tersebut rata kanan, rata kiri, atau rata tengah, berapa jarak Contohyang adalah contoh ekstrim tapi menunjukkan apa yang dapat Anda lakukan dengan informasi yang tidak dimiliki orang lain. Belajar hal-hal yang tidak ada orang lain yang tahu sulit. Tapi mengetahui hal-hal yang hanya sedikit yang tahu lebih mudah. Dan ini adalah hal-hal yang Anda tidak perlu menjadi seorang jenius untuk menemukan. DalamIslam, bahkan ada hari-hari tertentu atau bagi orang tertentu di mana puasa itu hukumnya haram. Seperti haramnya berpuasa bagi wanita yang sedang haid. I.A. PUASA WAJIB 1. Yaitu puasa pada bulan Ramadhan. Hukumnya wajib bagi semua orang muslim yang sudah baligh, tidak gila, tidak haid dan tidak nifas (habis melahirkan). Olehkarena itu anggota-anggota jemaat wajib menanggung keperluan hidupnya dengan memberikan fasilitas dan jaminan hidup Peneguhan sidi dilakukan dalam ibadah jemaat di tempat yang ditetapkan oleh Majelis Gereja, kepada anggota baptisan yang telah berusia 16 (enam belas) tahun dan telah mengikuti katekisasi dari Majelis Gereja sesuai bahan https://groups.google.com/g/nunutv/c/I4-Cy99TRPs. Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. [caption id="attachment_84425" align="alignleft" width="300" caption="....illustrasi ...angkat sidi.."][/caption] Tanggal dua puluh enam desember tahun lalu adalah sebuah momentum penting bagi adik-adik saya dalam hidup mereka. bukan karena mereka berulang tahun pada tanggal itu atau karena ada perayaan natal tuntunan tapi karena pada tanggal itulah mereka bersaksi di depan Tuhan, Jemaat, keluarga dan diri mereka sendiri sebagai seorang saksi dari Tuhan dan menerima Tuhan. Di daerah kami, peristiwa seperti ini sering kami sebut sebagai proses malua, yang kalau diartikan dalam bahasa Indonesia berarti lepas. Dalam bahasa Indonesia proses malua ini sering disebut sebagai angkat sidi. Persepsi yang saya tangkap tentang lepas disini adalah Lepas dari tanggung jawab orang tua. kami percaya bahwa seseorang beragama kristiani yang belum angkat sidi maka dosanya masih ditanggung oleh kedua orang tauanya hingga ia malua atau angkat sidi. Angkat sidi atau malua secara garis besar dapat diartikan sebagai titik dimana seseorang menjadi saksi dari Tuhan, menerima Tuhan dalam dirinya dan masuk dalam perjamuanya. Proses untuk mendapatkan sidi ini bukanlah semudah mengucap kata saja. ada banyak hal yang harus dipersiapkan ketika seseorang ingin disidikan. Bukan hanya dilihat dari kematangan umur tapi juga dilihat dari kesiapan dan kematangan ilmu pengetahuan tentang agama dan kitab suci. Berdasarkan apa yang pernah alami plus info tambahan yang diberikan adik-adik saya maka biasanya dibutuhkan waktu sekitar setahun untuk mendapatkan ijin proses sidi ini. Dalam setahun ini, kita anggota yang ingin disidikan akan mengikuti semacam bimbingan agama dan kitab suci yang diberikan oleh panita atau pelayaan jemaat. Adapun materi yang akan diberikan adalah penguatan iman ditambah pengetahuan umum seputah kitab suci, 10 perintah Tuhan titah, doa kesaksian, doa bapak kami dan lain lain. Bimbingan biasanya dilakukan sekali seminggu dan diakhir bimbingan akan diadakan test materi atau test kematangan yang didampingi kedua orang tua calon sidi juga. bila seseorang mendapatkan nilai yang layak maka ia akan diijinkan mengikuti proses sidi dan jika memang kurang maka akan direkomendasikan untuk mengikuti program bimbingan di tahun berikutnya. Bagi mereka mereka yang dinyatakan lulus akan diadakan semacam perjamuan bersama didepan jemaat pada tanggal yang akan ditentukan dalam waktu dekat. Dalam upacara pemberian sidi kepada setiap orang yang telah lulus tadi, maka ia juga akan dipangil secara perorangan dan akan diberikan sebuah ayat pengingat yang diambil dari kitab suci bible. Ayat yang ia terima merupakan refleksi dari kepribadian dan prilaku si penerima sidi tersebut. Contohnya bila ia memiliki perilaku atau sikap yang baik maka niscaya ayat yang ia terima sebagai pengingat dalam hidupnya akan baik pula. Penentuan ayat mana yang akan diberikan kepada setiap orangnya adalah tanggung jawab dari Pendeta. Bagimana ia mendapatkanya? Adapun caranya adalah dengan cara mendoakan si calon penerima sidi kepada Tuhan dan setelah itu sang pendeta pun membuka alkitab dan menunjuk satu ayat dengan mata tertutup tentunya. Nah ayat mana yang ditunjuk jarinya maka itulah yang diberikan pada nama yang ia doakan. Banyak cara dan metode yang umum dilakukan untuk menadai proses pemberian sidi, ada yang melalui percikan air di kepala , ada yang memandikan dikolam tapi ada juga yang hanya melalui pemberkatan, penjamahan yang diberikan sang pendeta. Tapi intinya semua sama saja. Pada hari H datang maka, setiap penerima sidi akan ditemani oleh kedua orang tua mereka. Pada saat pemberkatan berlangsung, satu moment yang menjadi paling mengharukan adalah disaat sang Pendeta menyerukan pada setiap calon sidi untuk merenungi setiap perbuatan yang ia telah lakukan dan menyatakan penyesalanya dan berjanji untuk tak mengulanginya. Setelah itu, merekapun haruslah bersujud didepan kedua orang tua mereka dan meminta ampun. Air matapun pastinya berceceran disini dan saling berpelukan dengan keluarga masing-masing. Pakaian yang serba putihpun adalah salah satu symbol dari pelaksanaan proses sidi. Warna putih berarti bersih dan suci. Dapat diartikan bahwa proses ini adalah proses yang sacral, suci dan sebuah pengharapan agar kelak agar si penerima sidipun memiliki sifat, watak dan pemikiran yang bersih pula. Dalam kebudayaan batak, angkat sidi merupakan salah satu syarat bagi setiap orang sebelum melangsungkan perkawinan. Jadi bila seseorang belum angkat sidi maka ia pun tidak akan diberkati dalam proses perkawinanya. Tapi diatas semua itu, bukanlah untuk kawin saja tujuan utama dari angkat sidi, selain sebagai tanda bahwa kita telah diangkat menjadi jemaat baru dalam sebuah persekutuan gereja, angkat sidi itu membuktikan bahwa kita menerima Tuhan sebagai Tuhan kita dan bersaksi untuknya serta masuk dalam perjamuaNYA yang kudus. Amen!!! Salam, sumber gambar Lihat Sosbud Selengkapnya Pertanyaan Salah seorang temanku pernah bertanya kepadaku sejak lama yaitu apakah sah wudhunya tanpa berkumur dan istinsyaq memasukkan air ke hidung karena ayat Al-Qur’an tidak merinci masalah ini. Akan tetapi dijelaskan secara umum yaitu membasuh wajah. Apakah wudhu saya sah kalau saya lupa atau sengaja hanya membasuh wajah tanpa berkumur dan istinsyaq. Apakah dibolehkan kalau hari ini saya mandi dengan niat wudhu tanpa berkumur atau istinsyaq apakah hal itu sah seperti halnya dalam berwudhu? Terima kasih Teks Jawaban Alhamdulillah. Para ulama berbeda pendapat tentang hukum berkumur dan beristinsyaq memasukkan air ke hidung dalam wudhu dan mandi. Yang kuat di antara pendapat tersebut adalah bahwa kedunya wajib. Maka, tidak sah berwudhu dan mandi kecuali dengan melakukan keduanya. Karena kedunya masuk wajah yang diperintahkan dalam ayat yang mulia. Al-Hijawi dalam kitab Az-Zad’ dalam bab Furudhul wudhu wa sifatuhu, hal. 29 mengatakan, “Kewajiban wudhu ada enam, membasuh wajah –termasuk mulut dan hidung- membasuh kedua tangan dan mengusap kepala –termasuk kedua telinga- dan membasuh kedua kaki dan membasuh kaki sampai ke mata kaki. Tertib dan terus menerus, yaitu tidak mengakhirkan membasuh anggota tubuh sampai kering anggota tubuh sebelumnya.” Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah dalam penjelasannya mengatakan, “Perkataan termasuk mulut dan hidung' maksudnya dari wajah. Karena keberadaannya di sana, maka dianggap masuk dalam pengertian wajah. Dengan demikian, maka berkumur dan istinsyaq termasuk kewajiban wudhu. Akan tetapi keduanya tidak sendirian. Keduanya seperti sabda Nabi sallallahu’alaihi wa sallam أمرت أن أسجد على سبعة أعظم ، على الجبهة ، وأشار بيده على أنفه “Saya diperintahkan bersujud di atas tujuh anggota tubuh; Di atas kening dan beliau memberikan isyarat ke hidungnya.” Meskipun persamaannya tidak pada semua sisi.” As-Syarhul Mumti, 1/119 Para ulama dalam Al-Lajnah Ad-Daimah Lil ifta’ mengatakan, “Dinyatakan ketetapan bahwa berkumur dan istinsyaq dalam wudhu termasuk perbuatan Nabi dan sabdanya sallallahu’alaihi wa salla. Keduanya masuk dalam membasuh muka. Maka wudhu tidak sah bagi orang yang meninggalkan keduanya atau salah satunya.” Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, 4/78 Syekh Sholeh Al-Fauzan rahimahullah berkata, “Siapa yang membazuh wajahnya dan meninggalkan berkumur dan isitnsyaq atau salah satunya, maka wudhunya tidak sah. Karena mulut dan hidung termasuk wajah sebagaimana firman Allah ta’ala, “Maka basuhlah wajah-wajah kalian.” Maka Allah memerintahkan untuk membasuh semua wajahnya. Siapa yang meninggallkan sesuatu, maka dia tidak termasuk orang yang melaksanakan perintah Allah ta’ala. Dan Nabi sallallahu’alaihi wa sallam berkumur dan beristinsyaq." Al-Mulakhas Al-Fiqhi, 1/41. Adapun keberadaan ayat yang tidak menyebutkan berkumur dan istinsyaq, hal itu bukan berarti tidak wajib. Karena sunnah merupakan penjelasan Al-Qur’an. Sementara sunnah menjelaskan berkumur dan istinsyaq. Dan dari Nabi sallallahu’alaihi wa sallam tidak pernah melalaikan keduanya atau salah satunya dalam berwudhu. Maka hal ini merupakan penjelasan perintah yang ada dalam Al-Qur’an dengan membasuh wajah ketika bersuci. Ibnu Qudamah rahimahullah dalam Al-Mughni, 1/83 mengatakan, “Semua orang yang menyebutkan cara wudhu Nabi sallallahu’alaihi wa sallam secara rinci menyebutkan bahwa beliau berkumur dan beristisnyaq. Terus menurus akan keduanya menunjukkan akan kewajibannya. Karena prilaku beliau, layak dijadikan sebagai penjelasan dan perincian dalam berwudhu yang diperintahkan dalam kitabullah.” Siapa yang meninggalkan berkumur atau beristinsyaq dalam bersuci, maka tidak sah bersucinya. Baik secara sengaja atau lupa. Al-Mardawi dalam kitab Al-Inshaf, 1/153 mengatakan, “Perkataan Keduanya wajib dalam bersuci maksudnya adalah berkumur dan beristinsyaq. Ini adalah pendapat secara umum dalam madzhab, dan termasuk pendapat teman-teman. Apakah gugur kalau lupa atau tidak? Ada dua riwayat… Az-Zarkasyi mengatakan, “Beliau mengatakan wajib. Maka meninggalkan keduanya atau salah satunya meskipun lupa, tidak sah wudhunya. Hal itu adalah pendapat jumhur. Dalam kitab Ar-Ri’ayah Al-Kubra’ mengatakan, “Tidak gugur meskipun lupa menurut pendapat yang terkenal. Dan didahulukan dalam kitab Ri’ayatus Sugro.” Para ulama yang tergabung dalam Al-Lajnah Lil Ifta’ mengatakan, “Kalau seseorang lupa membasuh salah satu anggota tubuh atau bagian tubuh meskipun itu kecil. Jika di tengah wudhu atau langsung setelahnya dan bekas air masih ada di anggota tubuhnya sementara airnya belum kering, maka dia harus membasuh bagian yang terlupakan dan setelahnya saja. Tapi, kalau dia sadar bahwa dia lupa membasuh salah satu anggota wudhu atau sebagian dari anggota wudhu setelah airnya kering dari anggota tubuh, atau di tengah shalat atau setelah menunaikan shalat, maka dia harus memulai wudhu yang baru, sebagaimana yang Allah perintahkan dan mengulangi shalat secara penuh. Karena ketiadaan muwalah berurutan dalam kondisi ini dan lamanya waktu terpisah. Sementara Allah Subhanahu wa ta’ala mewajibkan membasuh semua anggota tubuh wudhu. Barangsiapa meninggalkan bagian anggota wudhu, meskipun sebagian di antara anggota wudhu, maka dia bagaikan meninggalkan membasuh semuanya. Yang menunjukkan akan hal itu adalah apa yang diriwayatkan oleh Umar bin Khatab radhiallahu anhu, dia berkata رأى رسول الله صلى الله عليه وسلم رجلا توضأ فترك موضع الظفر على قدمه ، فأمره أن يعيد الوضوء والصلاة . قال فرجع فصلى أخرجه مسلم، رقم 243 وابن ماجه، رقم 666 “Rasulullah sallallahu’alaihi wa sallam melihat seseorang berwudhu dengan meninggalkan tidak membasuh sebesar kuku di kakinya. Maka beliau menyuruhnya untuk mengulangi wudhu dan shalat. Lalu dia dia mengulangi wudhunya dan shalat lagi.” HR. Muslim, 243 Ibnu Majah, 666 Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, 4/92. Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah mengatakan, “Tertib dalam wudhu termasuk wajib. Oleh karena itu, kalau dia berwudhu, kemudian setelah keluar dari tempat wudhu melihat sikunya tidak terkena air. Maka dia harus kembali dan membasuhnya kemudian mengusap kepala dan membasuh kedua kakinya. Sementara kalau dia mendapatkan kedua kakinya tidak terkena air, maka cukup membasuh kedua kakinya saja. Karena kedua kaki termasuk bagian terakhir anggota tubuh wudhu. Kalau dia lupa berkumur dan beristinsyaq, maka dia harus melakukan keduanya, kemudian membasuh kedua tangan sampai siku. Mengusap kepada dan membasuh kedua kakinya. Jadi dia mengulangi bagian wudhu yang kurang sempurna dan anggota wudhu setelahnya. Kecuali kalau jeda waktunya lama, maka dia harus mengulangi wudhu secara sempurna.” As-Syarhul Al-Mukhtasor Ala Bulughil Maram, 2/73 Silahkan merujuk di link berikut ini untuk tambahan manfaat, silahkan melihat jawaban soal no. 149908. Wallahua'lam . Pandangan Alkitab Konfirmasi atau Sidi—Apakah Itu Tuntutan Kristen? ”Konfirmasi atau sidi adalah sakramen yang memberikan kesempurnaan kehidupan Kristen yang sepenuhnya kepada orang kristiani yang sudah dibaptis, menjadikan dia rohaniwan yang dewasa, seorang serdadu, dan saksi Kristus.”—The Catholic Encyclopedia for School and Home. KEBANYAKAN orang Protestan menolak gagasan bahwa konfirmasi adalah sebuah sakramen. Namun, ahli teolog abad ke-13 Thomas Aquinas menulis bahwa ”konfirmasi adalah penyempurnaan terakhir dari sakramen pembaptisan”. Yang mana pun artinya, pertanyaan-pertanyaan tetap timbul, Apakah orang-orang kristiani yang mula-mula mempraktikkan konfirmasi? Apakah upacara tersebut merupakan tuntutan Kristen dewasa ini? ”Dalam Injil sama sekali tidak ditunjukkan bahwa Yesus menegakkan Sakramen Konfirmasi,” demikian diakui New Catholis Encyclopedia. Kalau begitu mengapa guru-guru agama mengajukan gagasan bahwa setelah baptisan, upacara kedua, yang mungkin berupa pengurapan dengan minyak dan pemberkatan, diperlukan untuk membuat seseorang menjadi anggota gereja dalam arti yang lebih penuh? Bagaimana Asal Mula Konfirmasi? Pembaptisan bayi merupakan salah satu faktor yang menentukan sehingga sakramen lain diperlukan. ”Karena menyadari problem-problem yang ditimbulkan oleh pembaptisan bayi,” kata buku Christianity, ”gereja-gereja . . . mengingatkan kepada mereka yang telah dibaptis mengenai arti pembaptisan melalui ’konfirmasi’ di kemudian hari”. Apakah konfirmasi benar-benar mengingatkan mereka akan arti pembaptisan, atau apakah hal itu justru mengaburkan kebenaran mengenai pembaptisan? Kenyataannya adalah bahwa pembaptisan bayi tidak didukung dalam Alkitab. Air yang dipercikkan ke atas bayi, misalnya, tidak membebaskan bayi itu dari dosa asal; hanya iman dalam tebusan Yesus Kristus yang dapat. Yohanes 316, 36; 1 Yohanes 17 Pembaptisan air adalah tanda luar bahwa orang yang dibaptis itu telah membuat pembaktian yang penuh melalui Yesus untuk melakukan kehendak Allah Yehuwa. Pembaptisan air adalah untuk murid—’orang percaya’—bukan untuk bayi.—Matius 2819, 20; Kisah 812. ”Di mana pembaptisan berakhir dan di mana Konfirmasi mulai?” demikian pertanyaan dalam New Catholic Encyclopedia. Jawabnya, ”Sebaiknya kita tidak membedakannya dengan terlalu teliti, karena kita membicarakan satu upacara dalam Gereja yang mula-mula.” Ya, pada abad pertama, ”satu upacara” yang menandakan keanggotaan dalam sidang Kristen adalah pembaptisan.—Kisah 241, 42. Apakah upacara konfirmasi, dengan penumpangan tangan [di atas kepala], diperlukan agar seseorang dapat memperoleh roh kudus? Tidak. Dalam sidang Kristen yang mula-mula, penumpangan tangan setelah pembaptisan biasanya menandakan penugasan khusus atau pemberian karunia-karunia roh yang ajaib. Karunia-karunia ini sudah berakhir dengan meninggalnya para rasul. 1 Korintus 131-31 Korintus 131-3 Jadi, gagasan bahwa konfirmasi meneruskan penumpangan tangan rasuli dan, sebagaimana dikatakan Basics of the Faith A Catholic Catechism, adalah sebuah ”sakramen yang mengubah seseorang dengan sepenuhnya sehingga hanya dapat diterima satu kali”, tidak dapat dipertanggungjawabkan. Rasul Paulus telah memberi peringatan mengenai penyimpangan dari kebenaran dasar Alkitab, ”Akan datang waktunya, orang tidak dapat lagi menerima ajaran sehat, melainkan menggemari ajaran baru . . . lalu, memalingkan telinganya dari kebenaran dan membukanya bagi dongeng.” 2 Timotius 43, 4, The Jerusalem Bible Namun, mereka yang percaya kepada upacara konfirmasi menyebutkan dua contoh dalam Alkitab sebagai bukti. Dasar Alkitab? Catatan yang terdapat di Kisah 814-17 sering digunakan sebagai dasar dari konfirmasi. Namun, penumpangan tangan untuk menerima roh kudus di sini adalah suatu kejadian yang unik. Mengapa demikian? Orang-orang Samaria adalah proselit non-Yahudi. Jadi, mereka adalah orang-orang bukan Israel yang pertama-tama bergabung dengan sidang Kristen. Pada waktu Filipus memberitakan Injil di Samaria, banyak orang Samaria ”memberi diri dibaptis, baik laki-laki maupun perempuan”, tetapi mereka tidak segera menerima roh kudus. Kisah 812 Mengapa? Ingat, kepada Petrus-lah Yesus mempercayakan ”kunci-kunci Kerajaan Sorga”—hak istimewa pertama untuk membuka kesempatan untuk masuk ke dalam ”Kerajaan Sorga” bagi berbagai kelompok orang-orang percaya. Matius 1619, NW Maka, baru setelah Petrus dan Yohanes datang ke Samaria dan menumpangkan tangan atas murid-murid non-Yahudi yang pertama, roh kudus dicurahkan atas mereka sebagai tanda keanggotaan mereka kelak di ”Kerajaan Sorga”. Ada yang melihat bukti dalam Kisah 191-6 bahwa orang-orang kristiani yang mula-mula mempunyai upacara lain setelah pembaptisan. Namun, dalam hal ini alasan untuk menunda pencurahan roh kudus kepada beberapa murid di kota Efesus adalah bahwa orang-orang yang baru percaya ini dibaptis menurut ”baptisan Yohanes,” yang sudah tidak berlaku lagi. Lihat juga Kisah 1824-26. Ketika hal ini dijelaskan kepada mereka, dengan segera mereka ”memberi diri mereka dibaptis dalam nama Tuhan Yesus”. Dan pada waktu itu, rasul Paulus ”menumpangkan tangan di atas mereka” agar mereka dapat menerima karunia-karunia ajaib roh kudus selain diangkat menjadi anak-anak rohani Allah.—Roma 815, 16. Dari kejadian-kejadian ini, Dictionary of Theology mengatakan, ”Tidak ada kelanjutan yang jelas dari kejadian-kejadian ini, dan, sekalipun jika memang dapat dijadikan contoh, halnya diragukan apakah itu harus dianggap sebagai standar bagi pelantikan Kristen seperti halnya dengan pembaptisan air. . . . Kitab Kisah Para Rasul mencatat banyak upacara pembaptisan air yang tidak diikuti dengan penumpangan tangan jadi sebenarnya kejadian-kejadian ini [yang dicatat dalam Kisah 8 dan 19] merupakan perkecualian.” Ya, ini merupakan tindakan-tindakan khusus dengan maksud untuk dapat mengatasi keadaan-keadaan yang lain daripada yang biasa. ”Upacara yang disebut ’konfirmasi’,” New Dictionary of Theology memberi kesimpulan, ”telah menjadi suatu ’upacara mencari sebuah pengajaran teologi’”. Sebenarnya, hal itu adalah upacara yang tidak berdasarkan Alkitab, hasil dari pengajaran yang salah, dan sudah pasti bukan tuntutan bagi orang-orang kristiani. Tentu saja kedua beleid tersebut membuat fobia sejumlah kalangan terutama pelaku usaha lokal. Apalagi munculnya Pasal 74 yang terdiri dari empat ayat itu sempat mengundang polemik. Syahdan, ketentuan itu baru muncul saat pembahasan ditingkat panja dan pansus DPR. Pada konsep awal yang diajukan pemerintah, tidak ada pengaturan soal CSR. Begitu juga waktu rapat dengar pendapat DPR dengan sejumlah pelaku usaha yang tergabung dalam Kamar Dagang dan Industri Kadin dan Asosiasi Pengusaha Indonesia Apindo. Bahkan sebenarnya, pasal itu lebih gila lagi sebelum disahkan. Dimana, kegiatan CSR tidak hanya diwajibkan bagi perusahaan yang bergerak dibidang atau berkaitan dengan sumber daya alam saja, tetapi juga untuk semua perusahaan, tak terkecuali perusahaan berskala UKM, baru berdiri maupun dalam kondisi merugi. Yang jelas, masuknya beleid tentang CSR dalam UU PT dan UU PM hingga kini masih menuai kritikan. Kenapa CSR harus diatur? tanya Ketua Umum Kadin Mohamad S. Hidayat belum lama ini dalam suatu seminar UU PT di Jakarta. Ia beralasan, CSR adalah kegiatan di luar kewajiban perusahaan yang umum dan sudah ditetapkan dalam perundang-undangan formal, seperti ketertiban usaha, pajak atas keuntungan dan standar lingkungan hidup. Jika diatur, sambungnya, selain bertentangan dengan prinsip kerelaan, CSR juga akan memberi beban baru kepada dunia usaha. Apalagi kalau bukan menggerus keungan suatu perusahaan. Apalagi, kata dia, di negara-negara Eropa yang secara institusional jauh lebih matang dari Indonesia, proses regulasi yang menyangkut kewajiban perusahaan berjalan lama dan hati-hati. Bahkan, European Union – sebagai kumpulan negara yang paling menaruh perhatian terhadap CSR – telah menyatakan sikapnya bahwa CSR bukan sesuatu yang akan itu, lingkup dan pengertian CSR yang dimaksud dalam Pasal 74 berbeda dengan pengertian CSR dalam pustaka maupun definisi resmi, baik yang dikeluarkan oleh bank dunia The World Bank maupun International Organization for Standardization ISO 26000. ISO sendiri saat ini tengah menggodok konsep baru tentang standar CSR yang diperkirakan rampung akhir 2009. Standar itu nantinya akan dikenal sebagai ISO 26000 Guidance on Social Responsibility. Namun, nasi sudah menjadi bubur. CSR kini sudah masuk dalam bagian dari UU PT, sehingga kegiatan sukarela itu menjadi wajib dan harus dipertanggung jawabkan secara hukum. Hidayat mengatakan, gagasan CSR dimasukan ke dalam undang-undang bakal mengalami distorsi serius. Pertama, sebagai sebuah tanggung jawab sosial, Pasal 74 telah mengabaikan sejumlah prasyarat yang memungkinkan terwujudnya makna dasar CSR, yakni sebagai pilihan sadar, adanya kebebasan, dan kemauan bertindak. Mewajibkan CSR, apa pun alasannya, jelas memberangus sekaligus ruang-ruang pilihan yang ada, berikut kesempatan masyarakat mengukur derajat pemaknaannya dalam praktik, dengan kewajiban itu, konsekuensinya CSR akan bermakna parsial sebatas upaya pencegahan dan penanggulangan dampak sosial dan lingkungan dari kehadiran sebuah perusahaan. Dengan demikian, katanya, bentuk program CSR hanya terkait langsung dengan bisnis utama perusahaan, sebatas jangkauan masyarakat ketiga, tanggung jawab sesungguhnya adalah tanggung jawab setiap subjek hukum termasuk perusahaan. Jika terjadi kerusakan lingkungan akibat aktivitas usahanya, hal itu jelas masuk dalam ranah hukum. Dengan menempatkan kewajiban proteksi dan rehabilitasi lingkungan dalam domain tanggung jawab sosial, maka kata Hidayat, akan cenderung mereduksi makna keselamatan lingkungan sebagai kewajiban legal menjadi sekedar pilihan tanggung jawab sosial. Atau bahkan lebih jauh lagi, lanjutnya, justru bisa terjadi penggandaan tanggung jawab suatu perusahaan secara sosial UU PT dan secara hukum UU Lingkungan Hidup.Kemudian yang keempat, dari sisi keterkaitan peran, kewajiban yang digariskan UU PT menempatkan perusahaan sebagai pelaku dan penanggung jawab tunggal program CSR. Masyarakat seakan menjadi objek semata, sehingga hanya menyisakan budaya ketergantungan selepas program, sementara negara menjadi mandor pengawas yang siap memberikan sanksi atas pelanggaran yang terjadi, Ketua Kadin Indonesia Bidang Kebijakan Publik, Perpajakan, Sistim Fiskal & Moneter dan Kepabeanan & Cukai, Hariyadi B. Sukamdani, mengungkapkan, Pasal 74 membuka peluang munculnya perda-perda multi interpretasi yang dapat menimbulkan dampak negatif terhadap iklim investasi baik bagi perseroan yang sudah ada maupun yang akan masuk ke Indonesia. Keadaan ini, katanya, memberikan ketidakpastian dan dapat menguragi minat investasi akibat bertambahnya beban perseroan. Dunia usaha berharap agar RPP yang akan dikeluarkan pemerintah justru tidak memperburuk iklim investasi, tegasnya dalam sebuah seminar tentang CSR di Jakarta, belum lama perusahaan lepas tanggung jawab Jika memang ternyata pengaturan CSR bakal menghambat iklim investasi dikemudian hari, lalu kenapa DPR waktu itu tetap ngotot untuk memasukan beleid tersebut?Ketua Panitia Khusus UU PT Akil Mochtar menjelaskan, kewajiban CSR terpaksa dilakukan lantaran banyak perusahaan mutinasional yang beroperasi di Indonesia, lepas dari tanggung jawabnya dalam mengelola lingkungan. Pengalaman menunjukan, bahwa banyak sekali perusahaan yang hanya melakukan kegiatan operasional tetapi kurang sekali memberikan perhatian terhadap kepentingan sosial seperti itu, ujarnya. Ia lantas mencontohkan beberapa kasus, seperti lumpur Lapindo di Porong, lalu konflik masyarakat Papua dengan PT Freeport Indonesia, konflik masyarakat Aceh dengan Exxon Mobile yang mengelola gas bumi di Arun, pencemaran lingkungan oleh Newmont di Teluk Buyat, dan sebagainya. Alasan lainnya adalah kewajiban CSR juga sudah diterapkan pada perusahaan Badan Usaha Milik Negara BUMN. Perusahaan-perusahaan pelat merah itu, wajib memberikan bantuan kepada pihak ketiga dalam bentuk pembangunan fisik. Kewajiban itu diatur dalam Keputusan Menteri BUMN maupun Menteri Keuangan sejak tahun 1997. Oleh karena itu, kami berpikir bahwa perusahaaan yang ada di Indonesia sudah waktunya turut serta memikirkan hal-hal yang berkaitan dengan lingkungan dimana perusahaan itu berada, tuturnya. Disamping itu, tren perkembangan globalisasi menunjukan hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan lingkungan sudah menjadi hal yang mendesak bagi kepentingan umat manusia secara keseluruhan. Di Inggris dan Belanda misalnya, CSR menjadi sebuah penilaian hukum oleh otoritas pasar modal, disamping penilaian dari publik sendiri. Kalau perusahaan itu tidak pernah melakukan CSR justru kinerja saham dia di bursa saham kurang bagus, Indonesia, kami mencoba mengatur dalam suatu regulasi yang menjadi kewajiban bersama, tetapi itu bukan merupakan suatu pemberatan toh. Kewajiban itu CSR haruslah ada. Di Indonesia ini kan sesuatu yang diatur saja masih ditabrak, apalagi kalau tidak diatur. Karena ketaatan orang terhadap hukum masih sangat rendah. Jadi, kalau di luar, Akil diamini Gayus Lumbuun. Anggota Komisi III DPR yang juga terlibat dalam penyusunan UU PT ini mengatakan CSR lahir dari desakan masyarakat atas prilaku perusahaan yang mengabaikan tanggung jawab sosial, seperti perusakan lingkungan, eksploitasi sumber daya alam, ngemplang pajak, dan menindas buruh. Lalu, kebanyakan perusahaan juga cenderung membuat jarak dengan masyarakat sekitar. Untuk itu, kata dia, mesti Gayus, DPR sebagai bagian representatif masyarakat sangat concern dan mendukung sepenuhnya terhadap pengaturan tanggung jawab sosial. Dia juga setuju jika hal itu diwajibkan bagi setiap perseroan. Tanggung jawab perusahaan yang semula adalah tanggung jawab non hukum responsibility akan berubah menjadi tanggung jawab hukum liability. Otomatis perusahaan yang tidak memenuhi perundang-undangan dapat diberi sanksi, jelas profesor yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Badan Kehormatan BK DPR ini. Dengan demikian, imbuhnya, keberadaan perusahaan akan menjadi sangat bermanfaat, sehingga dapat menjalankan misinya untuk meraih optimalisasi profit, sekaligus dapat menjalankan misi sosialnya untuk kepentingan Komisi VI DPR, Aria Bima menilai CSR tak hanya sekadar kedermawanan sebuah perusahaan. CSR ini memang benar-benar kewajiban, ungkap anggota Pansus dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan FPDIP. Senda dengan Aria, anggota Pansus dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan FPPP, Yudo Paripurno mengatakan CSR itu hukumnya bukan sunnah lagi, melainnya sudah fardhu. Aria mengingatkan, dalam kondisi ekonomi yang makin mengglobal, pemangku kepentingan stakeholder sebuah perusahaan bukan hanya pemegang saham shareholder. Lebih luas lagi, stakeholder adalah masyarakat dan lingkungan. Ia mengaku geram karena masih banyak perusahaan yang mengaku telah bertanggung jawab kepada masyarakat, namun merusak lingkungan juga. CSR tak sekadar community development, bangun jalan, sekolah, atau rumah UU PT, Partomuan Pohan menambahkan, CSR harus dimaknai sebagai instrumen untuk mengurangi praktek bisnis yang tidak etis. Ia juga membantah pendapat Ketua Umum Kadin Indonesia yang menyatakan CSR identik dengan kegiatan sukarela. Menurut dia, CSR merupakan sarana untuk meminimalisir dampak negatif dari proses produksi bisnis terhadap publik, khususnya dengan para stakeholdernya. Maka dari itu, kata dia, sangat tepat apabila CSR diberlakukan sebagai kewajiban yang sifatnya mandatory dan harus dijalankan oleh pihak perseroan selama masih beroperasi. Demikian pula pemerintah sebagai agen yang mewakili kepentingan publik. Sudah sepatutunya mereka pemerintah memiliki otoritas untuk melakukan penataan atau meregulasi CSR, tandas notaris senior jawab sosial perusahaan atau corporate social responsibilty CSR mungkin masih kurang populer dikalangan pebisnis nasional. Namun, tidak bagi pelaku usaha asing. Kegiatan kemasyarakatan yang dilakukan secara sukarela itu, sudah biasa dilakoni oleh perusahaan-perusahaan multinasional ratusan tahun lalu. Berbeda dengan Indonesia. Di sini, kegiatan CSR baru dimulai beberapa tahun belakangan. Kegiatan ini makin ngetop tatkala DPR mengetuk palu tanda disetujuinya klausul CSR masuk ke dalam Undang-undang No. 40/2007 tentang Perseroan Terbatas UU PT dan UU No. 25/2007 tentang Penanaman Modal UU PM. Adalah Pasal 74 UU PT yang menyebutkan bahwa setiap perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Jika tidak dilakukan, maka perseroan tersebut bakal dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Aturan lebih tegas sebenarnya juga sudah ada di UU PM. Dalam Pasal 15 huruf b disebutkan, setiap penanam modal berkewajiban melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan. Jika tidak, maka dapat dikenai sanksi mulai dari peringatan tertulis, pembatasan kegiatan usaha, pembekuan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman modal, atau pencabutan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman modal Pasal 34 ayat 1 UU PM. Apakah Sidi Itu Wajib – Apakah Sidi Itu Wajib? Pertanyaan ini sering diucapkan orang yang beragama Islam. Sidi adalah perbuatan ibadah yang dikerjakan hanya dalam bulan Ramadhan. Sidi adalah berpuasa dari segala sesuatu yang dapat membatalkan puasa, mulai dari makan, minum, bercumbu, sampai bersetubuh. Sidi juga dikenal sebagai puasa sunnah – yaitu perbuatan ibadah yang dianjurkan dalam Islam, tetapi bukan sebuah kewajiban. Dalam konteks ini, menjawab pertanyaan “Apakah Sidi itu wajib?” mungkin akan bergantung pada pandangan individu. Beberapa orang berpendapat bahwa Sidi bukanlah sebuah kewajiban, tetapi merupakan suatu upaya untuk mendekatkan diri kepada Allah. Namun, ada juga yang berpendapat bahwa Sidi adalah kewajiban, karena tuntutan agama. Kebanyakan ulama berpendapat bahwa Sidi bukanlah sebuah kewajiban dalam Islam. Mereka berpendapat bahwa Sidi adalah sebuah perbuatan suci yang dianjurkan dalam agama. Mereka juga mengatakan bahwa seorang Muslim tidak boleh meninggalkan Sidi, karena itu akan menjadi dosa. Namun, ada juga beberapa orang yang berpendapat bahwa Sidi adalah sebuah kewajiban. Mereka berpendapat bahwa tidak ada alasan bagi seorang Muslim untuk tidak melakukannya. Mereka juga berpendapat bahwa jika seseorang tidak melaksanakan Sidi, maka ia akan menghadapi konsekuensi yang berat. Kesimpulannya, apakah Sidi itu wajib atau tidak, tergantung pada pandangan individu. Namun, sebagian besar ulama berpendapat bahwa Sidi bukanlah sebuah kewajiban. Mereka berpendapat bahwa Sidi adalah sebuah perbuatan suci yang dianjurkan dalam agama, tetapi bukan sebuah kewajiban. Hal ini juga didukung oleh Al-Quran dan Hadits yang menyatakan bahwa berpuasa adalah sebuah kebaikan yang dianjurkan dalam agama. Oleh karena itu, meskipun Sidi bukanlah sebuah kewajiban, seorang Muslim tetap dianjurkan untuk melaksanakannya. Daftar Isi 1 Penjelasan Lengkap Apakah Sidi Itu – Apakah Sidi Itu Wajib? – Pertanyaan ini sering diucapkan orang yang beragama – Sidi adalah perbuatan ibadah yang dikerjakan hanya dalam bulan – Kebanyakan ulama berpendapat bahwa Sidi bukanlah sebuah kewajiban dalam – Ada orang yang berpendapat bahwa Sidi adalah sebuah – Sidi adalah sebuah perbuatan suci yang dianjurkan dalam agama, tetapi bukan sebuah – Hal ini juga didukung oleh Al-Quran dan Hadits yang menyatakan bahwa berpuasa adalah sebuah kebaikan yang dianjurkan dalam – Meskipun Sidi bukanlah sebuah kewajiban, seorang Muslim tetap dianjurkan untuk melaksanakannya. Penjelasan Lengkap Apakah Sidi Itu Wajib – Apakah Sidi Itu Wajib? Apakah Sidi Itu Wajib? Sidi adalah sebuah istilah yang digunakan untuk menggambarkan hal-hal yang dianggap sebagai kewajiban masyarakat Muslim. Sebenarnya, istilah ini merujuk pada sejumlah kewajiban yang ditetapkan oleh agama Islam untuk mengikuti. Kewajiban ini termasuk beribadah, berbuat baik, menaati peraturan Islam, dan lainnya. Kewajiban Sidi banyak ditentukan oleh agama dan sosial, dan setiap masyarakat Muslim berbeda-beda. Sebagai contoh, di beberapa daerah, Sidi wajib memakai jilbab, tapi di daerah lain mungkin tidak. Kewajiban Sidi juga bisa bergantung pada konteks situasi. Sebagai contoh, di beberapa daerah, Sidi wajib berpuasa di bulan Ramadan, namun di daerah lain, orang dapat memilih untuk tidak berpuasa dalam kondisi tertentu. Karena ada banyak kewajiban yang berbeda-beda, masyarakat Muslim dapat menggunakan istilah Sidi untuk menggambarkan hal-hal yang dianggap sebagai kewajiban. Biasanya, hal-hal ini berhubungan dengan ibadah, moral, etika, dan lainnya. Sidi bukan hanya berlaku untuk masyarakat Muslim saja, tapi juga digunakan dalam kontek lain. Sebagai contoh, di beberapa daerah, Sidi juga bisa berarti kewajiban untuk mematuhi aturan-aturan yang berlaku. Di daerah lain, istilah ini mungkin juga digunakan untuk menggambarkan kewajiban sosial, seperti menghormati orang tua. Meskipun istilah Sidi banyak digunakan untuk menggambarkan hal-hal yang dianggap sebagai kewajiban, tidak semua hal yang dianggap sebagai kewajiban adalah Sidi. Sebagai contoh, di beberapa daerah, kewajiban berpuasa tidak selalu disebut sebagai Sidi. Secara keseluruhan, Sidi adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan sejumlah kewajiban masyarakat Muslim. Ini bisa berupa ibadah, moral, etika, aturan, dan lainnya. Hal-hal yang dianggap sebagai Sidi bervariasi dari satu daerah ke daerah lain, dan tidak semua hal yang dianggap sebagai kewajiban disebut sebagai Sidi. – Pertanyaan ini sering diucapkan orang yang beragama Islam. Pertanyaan Apakah Sidi Itu Wajib?’ sering diucapkan oleh orang-orang yang beragama Islam. Ini adalah pertanyaan yang sering diutarakan oleh orang-orang yang ingin tahu apakah salat, ibadah atau amal yang dilakukan oleh orang lain adalah suatu kewajiban. Sidi adalah sebuat kata yang digunakan untuk menyebut seorang yang lebih tua atau yang lebih berpengalaman dalam keagamaan. Secara harfiah, kata Sidi’ berarti My Master’. Kata ini juga digunakan untuk menyebut seorang guru atau pemimpin spiritual. Pertanyaan Apakah Sidi Itu Wajib?’ berarti apakah salat, ibadah atau amal yang dilakukan oleh orang lain adalah suatu kewajiban. Ini adalah pertanyaan yang sering diutarakan oleh orang-orang yang ingin mengetahui apakah salat, ibadah atau amal yang dilakukan oleh orang lain adalah suatu kewajiban. Menurut ajaran Islam, salat adalah salah satu ibadah yang harus dilakukan oleh semua orang yang beragama Islam. Salat adalah cara untuk berbicara dan berdialog dengan Allah. Salat juga merupakan cara untuk mengingatkan manusia tentang kewajiban mereka untuk beribadah kepada Allah. Bagi umat Islam, salat juga merupakan tanda keimanan dan dedikasi mereka kepada Allah. Jadi, salat adalah suatu kewajiban bagi umat Islam. Tidak hanya salat, tapi semua ibadah dan amal yang dilakukan oleh orang lain harus berdasarkan aturan Allah dan ajaran agama Islam. Namun meskipun salat adalah suatu kewajiban bagi umat Islam, ada juga amal yang tidak wajib. Amal atau aktivitas yang tidak wajib adalah amal atau aktivitas yang tidak dinilai oleh Allah. Misalnya, menyumbang kepada yayasan amal atau membantu orang lain yang membutuhkan. Jadi, untuk menjawab pertanyaan Apakah Sidi Itu Wajib?’, jawabannya adalah tergantung pada apa yang dimaksud dengan Sidi’. Jika Sidi’ berarti salat, maka jawabannya adalah Ya, salat adalah wajib bagi umat Islam. Namun jika Sidi’ berarti amal atau aktivitas yang tidak wajib, maka jawabannya adalah Tidak, ia tidak wajib. – Sidi adalah perbuatan ibadah yang dikerjakan hanya dalam bulan Ramadhan. Sidi adalah perbuatan ibadah yang dikerjakan hanya dalam bulan Ramadhan. Sidi diperbolehkan di bulan Ramadhan oleh para ulama dan diwajibkan oleh para pengikut agama Islam. Sidi, secara harfiah berarti sesuatu yang menyerupai, dan digunakan untuk merujuk pada ibadah yang terkait dengan bulan Ramadhan. Ibadah ini dapat berupa shalat sunnah, membaca Al-Quran, atau mengerjakan amalan lainnya yang dianggap bermanfaat bagi masyarakat. Dalam konteks agama Islam, Sidi adalah suatu bentuk ibadah yang diwajibkan untuk dilakukan pada bulan Ramadhan. Ibadah ini dapat berupa shalat sunnah, membaca Al-Quran, atau melakukan amalan lainnya yang dianggap bermanfaat bagi umat Islam. Ibadah ini diwajibkan oleh para ulama karena ia merupakan cara untuk memperkuat komitmen umat Islam terhadap tuntunan agama. Dengan demikian, umat Islam dapat meningkatkan kesadaran spiritual dan memahami ajaran agama mereka dengan lebih baik. Selain itu, Sidi juga membantu umat Islam meningkatkan motivasi dalam mengerjakan ibadah. Ibadah seperti membaca Al-Quran atau mengerjakan shalat sunnah dapat membantu mereka untuk lebih mengerti dan menghargai makna ibadah. Karena Sidi diwajibkan oleh para ulama, maka para pengikut agama Islam harus mematuhi perintah tersebut. Oleh karena itu, mereka harus menyediakan waktu dan energi untuk melakukan ibadah tersebut. Kecuali ada alasan yang kuat untuk tidak melakukannya, maka setiap orang yang mengikuti agama Islam harus melakukan Sidi selama bulan Ramadhan. Dengan demikian, mereka akan dapat meningkatkan kesadaran spiritual dan memahami ajaran agama mereka dengan lebih baik. – Kebanyakan ulama berpendapat bahwa Sidi bukanlah sebuah kewajiban dalam Islam. Sidi adalah sebuah tradisi di mana seseorang yang percaya kepada Tuhan memberikan sumbangan kepada orang lain. Ini biasanya dilakukan dalam bentuk uang tunai, barang, atau layanan. Dari masa ke masa, ada banyak ulama yang membahas Sidi, dan banyak di antaranya berpendapat bahwa Sidi bukanlah sebuah kewajiban dalam Islam. Kebanyakan ulama berpendapat bahwa Sidi bukanlah sebuah kewajiban dalam Islam karena tidak ada dalil yang kuat yang mendukungnya. Beberapa contoh dalil yang diberikan adalah bahwa tidak ada ayat Al-Quran yang secara langsung menyebutkan tentang Sidi. Juga, tidak ada hadis yang menunjukkan kepada kita bahwa kita harus berikan Sidi. Oleh karena itu, berdasarkan dalil-dalil ini, kebanyakan ulama berpendapat bahwa Sidi bukanlah sebuah kewajiban dalam Islam. Namun, meskipun kebanyakan ulama berpendapat bahwa Sidi bukanlah sebuah kewajiban dalam Islam, masih ada beberapa ulama yang berpendapat bahwa Sidi adalah sebuah kewajiban. Beberapa dari mereka menggunakan dalil-dalil yang berbeda untuk mendukung pendapat mereka. Salah satu contoh dalil yang mereka gunakan adalah bahwa Allah berfirman dalam Al-Quran “Maka berikanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang kepadamu azab QS. Al-Baqarah 219. Berdasarkan ayat ini, beberapa ulama berpendapat bahwa kita harus membayar Sidi karena itu merupakan bentuk pengabdian kepada Allah. Selain itu, beberapa ulama juga berpendapat bahwa Sidi adalah sebuah kewajiban dalam Islam karena ia merupakan bagian dari kesetaraan sosial. Setiap orang diharapkan membantu orang lain yang kurang beruntung, dan Sidi adalah salah satu cara untuk melakukannya. Namun, meskipun beberapa ulama berpendapat bahwa Sidi adalah sebuah kewajiban, kebanyakan ulama masih berpendapat bahwa Sidi bukanlah sebuah kewajiban dalam Islam. Mereka menyatakan bahwa Sidi adalah sebuah bentuk kebaikan yang berasal dari jiwa yang suci dan bersih, dan seseorang tidak diharuskan untuk melakukannya. Secara keseluruhan, meskipun ada beberapa ulama yang berpendapat bahwa Sidi adalah sebuah kewajiban dalam Islam, namun kebanyakan ulama berpendapat bahwa Sidi bukanlah sebuah kewajiban dalam Islam. Mereka menyatakan bahwa Sidi adalah sebuah bentuk kebaikan yang berasal dari jiwa yang suci dan bersih, dan seseorang tidak diharuskan untuk melakukannya. Oleh karena itu, meskipun Sidi adalah sebuah hal yang baik, tetapi hal ini bukanlah sebuah kewajiban. – Ada orang yang berpendapat bahwa Sidi adalah sebuah kewajiban. Sidi adalah istilah Arab yang berarti tepat’, diperintahkan’, atau diharuskan’. Sidi adalah sebuah kewajiban bagi orang-orang yang beriman kepada Tuhan. Sidi berasal dari Al-Quran, yang mengajarkan kepada manusia bagaimana cara menjalankan hidup yang baik dan benar. Sidi dianggap sebagai kewajiban karena melalui Sidi, orang dapat mengikuti perintah yang diberikan oleh Allah untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan. Oleh karena itu, orang yang beriman harus secara sadar mematuhi Sidi sebagai bentuk takwa. Ada beberapa orang yang berpendapat bahwa Sidi adalah sebuah kewajiban. Pendapat ini berdasarkan pada fakta bahwa Sidi adalah jalan menuju keselamatan dan kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Dengan mengikuti Sidi, orang dapat mencapai kesehatan dan kebahagiaan di dunia serta pahala di akhirat. Selain itu, melalui Sidi, orang dapat menjalankan tugas-tugas yang ditetapkan Tuhan. Sebagai contoh, menjaga kesehatan, menjaga hubungan baik dengan orang lain, menjalankan ibadah, dan melaksanakan amal saleh adalah semua tugas yang harus dilakukan oleh orang-orang beriman. Dengan melaksanakan tugas-tugas ini, orang dapat meningkatkan kualitas hidup mereka dan mencapai keselamatan. Karena Sidi adalah kewajiban, orang yang beriman harus menjalankannya dengan sungguh-sungguh. Pengikut Sidi harus tulus dan ikhlas dalam melaksanakannya dan menghindari segala bentuk ketidakjujuran dan kejahatan. Mereka harus selalu berusaha untuk menjalankan Sidi dengan benar dan saling mengingatkan satu sama lain jika salah satu dari mereka melanggar Sidi. Kesimpulannya, Sidi adalah kewajiban bagi orang yang beriman. Dengan menjalankan Sidi, orang bisa mencapai keselamatan dan kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Oleh karena itu, orang-orang yang beriman harus sungguh-sungguh menjalankan Sidi dan menghindari segala bentuk kejahatan dan ketidakjujuran. – Sidi adalah sebuah perbuatan suci yang dianjurkan dalam agama, tetapi bukan sebuah kewajiban. Sidi adalah sebuah perbuatan suci yang dianjurkan dalam agama, tetapi bukan sebuah kewajiban. Sidi dalam agama Islam berarti berbuat baik dan menyumbang kepada sesama. Ini adalah perbuatan yang dilakukan dengan suka rela dan tujuan untuk membantu sesama dan menyumbang kepada komunitas. Sidi merupakan suatu kebiasaan dalam agama Islam untuk menyumbangkan waktu, uang, dan perhatian kepada sesama. Sidi juga diterapkan dalam kehidupan sehari-hari melalui berbagai bentuk, termasuk pemberian sumbangan kepada orang-orang yang membutuhkan dan berpartisipasi dalam kegiatan yang bermanfaat bagi komunitas. Ini bisa berupa membantu orang lain dengan membantu mereka dalam pekerjaan rumah tangga, mengajar anak-anak di sekolah, membantu orang yang sakit, atau membantu orang yang tidak mampu dalam menyelesaikan masalah keuangan. Sidi tidak diwajibkan oleh agama Islam, tetapi ada banyak hadis yang memotivasi untuk melakukan perbuatan baik ini. Salah satu hadis yang paling terkenal adalah “Apa pun yang kamu lakukan, lakukanlah dengan sebaik-baiknya”. Hadis ini mengajarkan bahwa kita harus melakukan segala sesuatu dengan sebaik-baiknya, termasuk berbuat baik kepada sesama. Karena tidak ada kewajiban untuk berbuat baik, maka orang dapat memutuskan sendiri apakah mereka ingin melakukan sidi atau tidak. Namun, banyak orang yang melakukan perbuatan baik ini karena mereka percaya bahwa melakukan perbuatan baik adalah cara yang baik untuk mendekatkan diri kepada Tuhan. Pada akhirnya, perbuatan baik yang dilakukan tanpa rasa paksaan adalah sesuatu yang sangat dihargai. Orang-orang yang melakukan sidi hanya melakukan hal-hal ini karena dorongan mereka sendiri untuk membantu orang lain. Ini adalah hal yang baik untuk dilakukan karena memberikan manfaat kepada orang lain, dan ini juga merupakan cara yang baik untuk mendekatkan diri kepada Tuhan. – Hal ini juga didukung oleh Al-Quran dan Hadits yang menyatakan bahwa berpuasa adalah sebuah kebaikan yang dianjurkan dalam agama. Sidi adalah sebuah istilah yang menggambarkan sebuah bentuk ibadah yang disebut dengan puasa. Istilah ini diperkenalkan oleh Nabi Muhammad SAW dan menjadi bagian penting dalam agama Islam. Istilah ini berasal dari bahasa Arab yang berarti berpuasa’. Puasa adalah sebuah ibadah yang dianjurkan dalam agama Islam. Puasa diwajibkan bagi umat Islam untuk melakukan ibadah yang berguna untuk meningkatkan keimanan dan ketaqwaan mereka kepada Allah SWT. Puasa dapat melatih kedisiplinan dan keteguhan dalam menghadapi segala sesuatu yang tidak diinginkan. Apakah puasa itu wajib? Menurut al-Quran, Allah telah memerintahkan manusia untuk berpuasa, karena Allah mengetahui bahwa puasa akan membawa manfaat yang besar bagi mereka. Allah juga telah menetapkan waktu puasa Ramadan sebagai waktu yang tepat untuk memulai dan menyempurnakan ibadah puasa. Hadits juga menyatakan bahwa berpuasa adalah sebuah kebaikan yang dianjurkan dalam agama. Terdapat banyak hadits yang menyebutkan pentingnya ibadah puasa, di antaranya “Berpuasa adalah salah satu bentuk ibadah yang paling utama, sebagaimana disebutkan dalam hadits Nabi SAW. Selain itu, puasa juga merupakan bentuk pengorbanan yang dihargai oleh Allah SWT. Hadits juga menyatakan bahwa berpuasa adalah sebuah perintah Allah dan manusia harus menaatinya. Nabi SAW bersabda, “Barangsiapa yang berpuasa, maka ia berpuasa karena Allah dan barangsiapa yang berpuasa, maka ia akan mendapatkan Jadi, berpuasa adalah sebuah kebaikan yang dianjurkan dalam agama. Ini juga diperintahkan oleh Allah SWT dan harus ditaati oleh umat Islam. Berpuasa adalah sebuah ibadah yang dapat meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kita kepada Allah SWT dan membawa manfaat yang besar bagi kita. – Meskipun Sidi bukanlah sebuah kewajiban, seorang Muslim tetap dianjurkan untuk melaksanakannya. Sidi adalah sebuah istilah yang digunakan untuk menggambarkan kewajiban moral dan spiritual yang diberikan kepada seorang Muslim. Sidi berasal dari kata Arab yang berarti “mematuhi aturan” atau “berkorban untuk”. Dalam konteks Islam, sidi berarti menjalankan ketaatan kepada Allah. Konsep sidi telah dikenal sejak jaman Nabi Muhammad dan telah menjadi bagian penting dari syariat Islam. Sidi dapat diartikan sebagai kesadaran akan hakikat bahwa semua perbuatan yang kita lakukan akan menentukan pahala atau hukuman yang akan kita terima dari Allah. Dengan demikian, sidi adalah komitmen untuk melakukan pekerjaan yang baik karena itu adalah yang terbaik untuk kesejahteraan kita di dunia dan di akhirat. Meskipun sidi bukanlah sebuah kewajiban, seorang Muslim tetap dianjurkan untuk melaksanakannya. Hal ini karena sidi merupakan sebuah bentuk pengabdian kepada Allah dan salah satu cara untuk mencapai kebahagiaan dan kesuksesan di dunia ini. Dengan melakukan sidi, seseorang dapat mengukur sejauh mana ia berusaha untuk tunduk pada perintah Allah. Dengan kata lain, sidi adalah sebuah salah satu bentuk tanggung jawab moral yang diberikan kepada seorang Muslim. Sidi adalah sebuah bentuk pengabdian dan ketaatan yang sangat penting bagi seorang Muslim. Hal ini karena dengan melakukan sidi, seseorang dapat mencapai tujuan hidupnya yaitu mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Dengan melakukan sidi, seseorang juga dapat meningkatkan rasa cinta dan ketaatan kepada Allah. Oleh karena itu, meskipun sidi bukanlah sebuah kewajiban, seorang Muslim tetap dianjurkan untuk melaksanakannya. Melalui melaksanakan sidi, seseorang dapat meningkatkan kepatuhan terhadap Allah dan mencapai tujuan hidupnya. Dengan kata lain, sidi merupakan salah satu bentuk tanggung jawab moral yang diberikan kepada seorang Muslim.

apakah sidi itu wajib